Monday, July 09, 2007

Marriage and all of those things in it...

Beberapa waktu lalu, my ex message me in my Yahoo Messenger. But, let me tell you about my ex first. Gue kenal dia, seperti biasa - typical of me - di IRc. Dulu banget, gue sering jadi perusuh di salah satu channel di satu server chat, (undernet). Dan dia, dulu hanya kenal gue selintas doang. I know him only by nick. Kita pernah ngobrol beberapa kali, tapi cuma di room, gak pernah pv. Lalu, tiba-tiba, out of the blue, setelah sekian tahun, dia message me. Dia bilang, that he always liked me. Dan tiba tiba saja, kita pacaran. Tapi dasar gue, gue gak bisa gitu aja bilang bahwa gue pacar dia, sebelum ketemu in person. Dan bener aja, sampai detik ini gue gak pernah ketemu dia. Tapi yang gue tau dia ada di salah satu kota di Sumatra Utara sana. Kita sms, hubungan via telp dan tentu saja by Y!M. Anyway, karena 'ketidakjelasan' hubungan, gue merasa bahwa belum ada gunanya gue taking it seriously. So, ketika ada seseorang menawarkan cinta, gue mengiyakan, dan kita sudah pernah ketemu, and I love him so much. Skip the details, I broke up with the guy from Sumatra Utara, also by sms.

Nah, selang beberapa hari, si ex ini message me in my Y!M. He told me that he misses me. He told me that if my relationship with my boyfriend is not working, he will ask me to marry him. Then he told me that he'll wait for me to come back to him. Ada yang aneh waktu dia bilang gitu. GR? Mungkin, gue gak bisa bilang gue gak flattered. Kenapa? Karna gue merasa ada yang sayang sama gue, apapun yang terjadi, bagaimanapun yang terjadi, dan dia akan menunggu gue. Layak dipercaya? I do not know. Sampai sekarang gue terlalu angkuh untuk percaya bahwa gue akan ditunggu dia. Dan well, I am not THAT stupid. Setelah sekian banyak gue berhubungan dengan pria, gue sadar, bahwa mereka tidak bisa dipercaya 100%. Oh, jangan salah.. mungkin memang mereka ngomong jujur, bahwa mereka sayang lo, tapi untuk wasting time waiting for someone? I doubt it. Then, beberapa waktu lalu, dia sms tanya : Pantaskah aku menjadi suamimu? What should I say? Setelah beberapa saat mikir, gue jawab dengan jawaban yang paling logis dan masuk akal : Kenapa kamu berfikir bahwa kamu tidak pantas? Siapapun yang mencintai dan menyayangiku serta menghormatiku, layak jadi suami ku, siapapun dia. Jelas sudah, bahwa gue, tidak terlalu pemilih untuk memilih siapa yang jadi suami gue ntarnya. Yang jelas, dia harus bener bener cinta, sayang dan hormat sama gue. Memperlakukan gue seperti layaknya seorang wanita. Dan bukan hanya nafsu belaka. Dia bilang, that is a clever answer, and he likes it (well, it was the answer that I can think of, deh ya..). Dan dia juga bilang bahwa gue tidak menutup kemungkinan untuk menjadikan dia sebagai suami gue. Well, gue gak mau ngeduluin Tuhan, yang sudah ngatur siapa jodoh gue nantinya.

Tapi lalu gue jadi mood untuk nulis. Tentang Pernikahan dan how complicated it seems (at least for me).

For me, marriage adalah suatu hubungan person to person (oh ya, gue menganut paham monogami) dimana di dalam hubungan tersebut ada persamaan dalam hal apapun. (cinta, sayang, hormat dan lain-lain). Lalu bedanya dengan pacaran apa? Toh sama saja. Buat gue, pernikahan adalah suatu legalitas. Yang diakui hukum. Dimata Tuhan ataupun di mata masyarakat. Salah satu teman gue yang ada di negeri Belanda, bilang bahwa kalau menikah di sana ribet, harus pake kotbah segala macem (kebetulan dia nasrani) jadi lebih baik menanda tangani suatu surat yang isinya bahwa mereka
samen leven (semoga gak salah gue spellingnya). Samen leven adalah suatu hubungan tanpa menikah, namun tinggal bersama di satu atap. (kalo bahasa kita : kumpul kebo). Well, kumpul kebo ini sayangnya tidak ada di dalam budaya kita sebagai orang Timur. Padahal, seandainya ada, mungkin gue lebih condong ke samen leven itu, dimana nantinya kalau hubungan itu tidak berjalan sesuai harapan, kita gak dibilang janda atau duda atau mantan atau ada urusan harga gono gini dan lain lain. Kalau memang nantinya ada seorang penengah (anak yang lahir, misalnya) kita bisa saja melanjutkan ke pernikahan jika ingin, atau ya tetep aja samen leven, kumpul kebo atau apapun. Yang jelas, ayah biologisnya kan jelas banget. Lalu apa bedanya samen leven, kumpul kebo dengan marriage? Jangan ngomong soal agama ya, gue bukan orang yang fanatik terhadap suatu agama apapun. Ini tulisan hanya soal norma dan kebiasaan.

Di Indonesia sendiri, sadar atau tidak sadar, banyak yang menganut samen leven ini. Cuma, bedanya mereka bilang : sudah nikah siri. Oh well. :) Para orang-orang ini, tanpa bermaksud untuk mengunderestimate mereka, sudah memiliki paham kumpul kebo. Bedanya? Kumpul kebo ngumpul bareng tanpa surat, tanpa legalitas hukum menurut UUD'45 (cieh). Sedangkan nikah siri juga tanpa surat, tanpa legalitas hukum, tapi *katanya* sah di mata Allah (bagi mereka yang Islam).

Gue tidak skeptis terhadap suatu pernikahan. Gue mendukung gerakan 'menikah' ini. Gue hanya rancu, atau mungkin takut (?) sama yang namanya menikah. Kalau kumpul kebo bisa dibilang : free trial, kalo cocok lanjut, kalo gak cocok, ya pisah. Kalau menikah? Ribet bener urusannya. Harus ke KUA (bagi yang Islam) urus harta gono gini (di Indonesia jarang ada perjanjian pra-nikah untuk harta, dianggap tabu mungkin (??)). Terus dapet deh predikat janda, duda, mantan istri, mantan suami... Padahal, kalau menikah itu pasti ada berantemnya. Dan lagi, kalau kita bilang "oh, saya sudah cerai", ada rasa malu, atau gengsi, dan lawan bicara kita jadi risih, rikuh mau ngobrol apa. (repotnyaaaa..)

Gue pernah bilang, bahwa hasrat gue untuk menikah sudah mulai pupus. Ini tentu bukan tanpa alasan. Waktu gue umur 20, gue sudah ada 'target' untuk menikah sebelum umur 27, dimana tadinya gue berpikir, bahwa gue sudah mandiri, bisa bertanggung jawab terhadap diri sendiri, dan sudah cukup dewasa dalam suatu hubungan. Tapi waktu umur 26, gue memundurkan target untuk menikah "Pengen sudah punya anak kalau sudah umur 30 tahun". Waktu gue sudah umur 28 tahun dan ternyata beberapa kali sakit hati dengan hubungan perpacaran, gue lalu berpikir : ah terserah deeeehhh.. mo dikasih suami sukur.. kagak ya sudah.... anak? Uhm, kalo bisa punya anak sukuuuurrr.. kalo enggak ya, suami gue harus puas hanya punya gue dan anak adopsi. Sekarang sudah umur 30 tahun gue, 6 bulan lagi, gue 31 tahun. Keinginan untuk menikah sudah tidak lagi menjadi orientasi gue. Tapi gue lebih cenderung dengan kata kata "membentuk sebuah keluarga baru" dengan atau tanpa legalitas. Tapi sekali lagi, karna gue tinggal di Indonesia, gue gak bisa gitu aja dong berpendapat. So gue setuju dengan kata menikah itu, dengan surat.

Tapi tetep gak mudeng lho, kenapa kalo menikah we have to think it is a big deal. Banyak temen gue yang bilang ; kalo nikah undang undang yaaaa! Emang harus gitu ya? Emang gue harus bikin pesta nan mewah, glamor, tapi buat ntar-ntarnya gue makan nasi sekali sehari aja dah puas? Wah.. kalo gitu sih, gue mending gak nikah deeeehh....

Beberapa tahun lalu, ada temen gue (laki-laki). Dia katanya akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat, dan gue diharapkan datang. Gue tanya : seberapa dekat? Dia bilang setahun lagi. *ha?* Buset. Setahun itu lama, my friend! 365 hari, 12 bulan gitu loh! Tapi dia keukeuh, dia bilang, yah, dapet gedungnya setahun lagi. *hah lagi!* Gue terbengong bengong denger dia ngomong. Emang susah ya sewa gedung? Atau lebih parah lagi, gue tanya dengan konyol : emang harus digedung ya buat menikah? Ooo.. ternyata gue salah.. gue pikir kalo nikah mah cukup ada penghulu sama saksi dan wali (karna gue Islam), tuker cincin, tanda tangan, jadi deh! Oh how complicated. Belum lagi ada tanggal baik menurut hukum Jawa. Weleh, terus gue tanya dong, lo kenapa menikah? Dia bilang karna gue cinta pacar gue. Ok, emang kalo cinta harus menikah? Dia bilang, iya, karna gue mau punya anak dari benih gue dan dia. Ok, kalo mo punya anak emang harus menikah? Dia senyum kecut. Dia bilang : tunggu aja sampe lo jatuh cinta. Well, this is news : I am in love. Dan kok gak ribet ya? Hehehe...

Nah, beberapa saat dia bilang gitu, gue agak agak pengen terlihat cantik di resepsi temen gue ini. (demi kesopanan), gue jahit baju baru, ikutan fitness biar muat tu baju dan lain lain. Pas 3 bulan sebelum hari H, gue iseng tanya sama dia : Hei, undangan kok blum nyampe nih? Dia bilang : Kita putus 2 minggu lalu. *hah!!!* What the hell...??? Gue tanya; lho, kenapa kok bisa gitu? Of course, sebagai teman yang baik, gue lalu ngajak ketemuan. Dia mau, lalu kita ketemu di salah satu mall di Jakarta Selatan. Dia bilang, gue putus sama dia karna ribet mo urus resepsi. *lho?* Lalu dia cerita :

--Sebetulnya gue mau resepsi yang sederhana, dia juga seperti itu, tapi karna dia anak cewek satu satunya di keluarga, keluarganya pengen perhelatan yang besar. Gue udah bilang, kalau gue gak punya uang untuk itu, tapi keluarganya dia maksa. Padahal, keluarganya juga bukan yang konglomerat gitu. Dia maunya di Balai Kartini (info : Balai Kartini termasuk gedung yang mahal bener kalo disewa) sedangkan gue pengennya di gedung serba guna Masjid Pondok Indah. Jadi, setelah akad, gue bisa langsung resepsi. (praktis dan simple, tentu juga lebih hemat). Tapi keluarga dia gak mau. Setelah diskusi panjang lebar, gue bisa nyediain 70% dari harga sewa gedung dan dekorasi. Tapi buat catering, dan lain lain, gue minta pertimbangan orang tua pacar gue. Tapi keluarganya tetep keukeuh, harus gue semua yang bayar. Belum lagi souvenir yang harus dibagikan, mereka pengen bagiin VCD, atau apapun biar terlihat lebih 'bergengsi'. Kalo diitung-itung, 60 juta juga blum tentu cukup, undangan aja mereka daftar ada lebih dari 500 orang, itu baru mereka. Lha gue? --

Buset, batin gue. Segitu mahalnyakah sebuah pernikahan?? 60 Juta mendingan buat beli rumah deh.. masih ada kali di pinggiran Jakarta untuk harga segitu! Dan gue lebih heran lagi ketika akhirnya si wanita yang dipacarin ini membela yang benar menurut dia. Orang tuanya. Gue jadi bingung, yang mau nikah ini si temen gue sama pacarnya atau orang tuanya?? Oh my goodness!! Jadi menikah itu untuk gengsi atau untuk memperkukuh sebuah hubungan?

Ah, tapi ini aja gue saja lho.. Banyak juga temen-temen gue yang lancar waktu mau menjalankan sebuah pernikahan. Baik yang sederhana dan yang mewah. Tapi sahabat gue yang sudah menikah selama 5 tahun (kalau gak salah) belum punya momongan, ribut lagi.. katanya percuma menikah kalau gak punya anak. Lalu dia merasa bahwa suaminya jadi gak romantis lagi, dan dia pengen punya anak supaya mempererat hubungan pernikahan mereka. Oh my God, kalau menikah segini ribetnya... Gue jadi takut buat menikah. Takut stress. Ada juga yang sudah punya anak, eeehh.. suaminya selingkuh, dan akhirnya cerai, ninggalin anaknya ke temen cewek gue. Walah...

Kalau begini, masihkah gue pengen menikah? Ya gak tau... Gue sih, asik asik aja... Tapi tetep takut .. asli. Belum lagi pas melahirkan anak, katanya sakit banget, meregang nyawa katanya. Wasyah..! Jadi gimana ya? Menikah dan punya anak, atau gak usah menikah tapi hidup bahagia sama orang yang lo cintai dan mencintai lo? Anak itu bisa diatur lah.. ada operasi caesar kan? Tapi tetep sakit katanya. I love kids, jangan salah ya... Katanya wanita itu gak sempurna kalau belum punya anak dari rahim sendiri. Well, gue gak sempurna, tapi gue jadi mikir, sempurna kalo dah punya anak sendiri, tapi gue mati saat persalinan gimana? Apanya yang sempurna? Duh duh.. gue jadi bingung sendiri...

menikah gak ya.. pengen punya anak gak ya... ?


----- amazing ----


3 comments:

Onal elpamas said...

Menikah,Mariage, rabi ato apalah, he he emang gampang" susah.so, jalanin aja dan slalu mendekatkan diri pada Alloh swt(sori ak moslem)
buat Uprit :pesenku sih jangan ragu" kl mau melangkah cie...koyok ustadz rek.tp emang begitulah.emang hidup itu begitu, banyak cobaan.
jd kl soal crita km mending comment nya di irc aja ya.kita diskusi aja OK

Unknown said...

ha ???
blom sempet tak baca ik ... cuma yak buka thok ... gak kuat matanya.
sorry ye :P
laen kali deh ...
baca dari title nya aja ... komennya satu doank ... apa yang ditakutin ... Rabi enak loh :PP
ndang rabiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! selak tuo yu!

koko said...

hmmm.....simple wae nduk...mariage BKN SESUATU YG SEDERHANA itu realnya...ada dua tubuh dg jiwa yg hrs di sepahami dan dimengerti.Ada 2 otak dan hati yg hrs di selaraskan.ada sementara pihak ngomong married hanyalah mslh cinta....nonsen..realnya bth harta...tujuan,dan keselarasan dalam mengarunginya...dan itu bth dana.....REAL!
tp g usah ragu....bkn masalah legal(subyektifku),tp setelah suatu akad(mengenyampingkan tetek bengek aturan adat kebiasaan). Ada komitmen g...bs jaga g.....dua buku nikah,etc g berarti kan klo g ada komit untuk membentuk suatu ikatan kluarga (nisbi...).
Mariage bs jd SANGAT SEDERHANA ini juga real......tinggal kita ambil dr sudut yn mana dan dr mana kita bertolak...manusia ada 3 momnet yg sgt berarti dlm kehidupannya (krn akan merubah ujud/langakah kehidupan)...lahir, menikah, mati......lha yg menikah ada tuntutan hrs py anak..(aneh)pdhl dr sdt agama secara ex/implisit ga da itu...intinya......jalani hidup...g usah aneh2....lahir, nikah, mati itu yg atas yg nentukan.dan hukum tersulit itu hukum yg dibuat manusia.....(interprestasikan dewe).Hukum Tuhan sederhana dan pasti.....knp bingung...hukum Tuhan nikah cm bth wali, 2 saksi, 2 manusia laki/perempuan..(mo nikah karo meonk?:)))....(moslem loh).g py anak?...knp g adopsi.....gampang kan?
sorry.....maunya nulis trus....tp tangaku capek kie...pijeti..:))pokoke msh etc...etc....sehari semalam g akan slesei...cm inget...*opo cm bwat jalan pipis.....g bwat jalan anak?*....wkaakakakakakakakakakakakakkakakakaka