Sunday, July 15, 2007

Tentang Rasa Percaya Diri I


Setelah beberapa bulan gue mengikuti dunia kemahasiswaan lagi dengan jenjang yang lebih tinggi, gue semakin merasa tidak percaya diri dengan eksistensi gue.

Rasa percaya diri akan diri gue sendiri sudah lumayan lekat dari kecil. Karena orang tua gue selalu mengajarkan kita semua untuk selalu percaya terhadap diri sendiri. Jangan takut salah, gitu kata beliau. Kalau salah, bisa diperbaiki di kemudian hari. Tapi juga jangan terlalu percaya diri, yakini diri sendiri bahwa masih ada yang lebih baik daripada kita.

Dalam hidup, selalu ada pembelajaran-pembelajaran. Mungkin kita sudah tau, tapi dengan adanya sikap ingin belajar, kita jadi lebih tau. Seperti menulis sebuah tulisan, waktu gue kecil, gue selalu mencari referensi vocabulary. Gue selalu menikmati pembelajaran kata-kata. Dan juga bahasa. Bagi gue, bahasa itu adalah unik. Dulu, gue bisa bahasa Perancis sedikit-sedikit, sayangnya karena gak pernah dipakai, gue jadi banyak lupa. Juga Belanda, yang sampe sekarang sedikit-sedikit masih banyak yang nempel karena nenek gue dan bokap gue juga sering berbahasa Belanda. Untungnya, masih ada bahasa yang masih sering gue pakai. Inggris. Ah, siapa sih yang gak bisa bahasa Inggris walaupun sedikit?

Nah, karena semakin banyaknya bahasa Inggris digunakan di pendidikan formal maupun non formal sekarang ini, membuat gue jadi agak gugup. Rasa ketidakpercayaan diri datang, ketika gue harus membuat suatu paper atau makalah atau penulisan ilmiah di jenjang pendidikan gue ini. Banyak kata-kata yang ‘baru’ buat gue, yang belum pernah gue kenal. Untungnya, gue selalu pengen belajar bahasa. Menulis blog adalah salah satu kreativitas yang membutuhkan banyak kata-kata. Yang berarti, gue kadang harus buka-buka buku untuk menjembatani ungkapan-ungkapan yang ingin gue tulis di sini. *cieh*.

Di banyak toko buku, banyak buku-buku “self help” tentang rasa percaya diri. Kenapa? Mungkin karena semakin banyaknya rasa ketidak percayaan diri terhadap diri sendiri, sehingga perlu ditingkatkan. Atau mungkin untuk membuat kita ‘mengekang’ over confidence yang kita miliki.

Gue pernah bilang, setiap manusia itu dilahirkan dan diciptakan dengan keunikan dan keahlian yang berbeda. Ketika kita mulai bisa bersosialisasi, semakin banyak karakter yang kita kenal. Dengan atau tanpa kita sadari, kita menilai sifat orang; apakah dia pemarah, ramah, sabar, dan lain-lain. Dan kita bebas untuk berpendapat kok. Tapi kalau bisa ya jangan menyakitkan orang lain, walaupun kadang kita khilaf, ya?

Ini adalah pertanyaan; apakah kita memiliki rasa percaya diri yang cukup? Atau justru berlebih? Ketika kita berada di satu komunitas dimana kita memiliki keahlian khusus yang mungkin tidak dimiliki oleh salah satu member di situ, apakah kepercayaan diri kita naik? Ketika kita berdiri di depan podium atau mimbar yang memiliki keahlian yang sama, apakah kita akan merasa ‘sejajar’ atau malah melihat diri kita ‘lebih’ dengan para penonton di balik mimbar? Apakah kita berani untuk mengungkapkan pendapat atau bahkan bertanya kepada orang lain untuk hal yang kita ketahui ataupun tidak kita ketahui?

Rasa percaya diri itu menjadi suatu keharusan dalam hidup, ketika kita ingin meningkatkan kualitas yang ada dalam diri kita. Lho, jangan senyum. Kita semua pasti ingin meningkatkan kualitas yang ada dalam hidup kita. Jangan munafik. Gak ada deh, manusia yang bilang; ok gue sudah puas dengan tingkatan sekarang ini. Ih, capek. Walaupun kalian sekarang sudah bekerja dengan hasil yang guede banget, pasti kalian memiliki harapan untuk meningkatkan kebutuhan. Semakin banyak pendapatan, semakin banyak kebutuhan. Itu udah teori dan hukum alam. Manusia itu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda, namun tidak terbatas. Punya rumah satu, pengennya dua. Udah dua, pengennya tiga. Udah punya istri satu, pengennya dua. Ups. Yang ini moga-moga jangan ditiru. :)

Suatu ketika, teman kuliah gue bilang, “Kamu aja yang presentasi untuk mata kuliah ini, aku gak bisa”. Kenapa gak bisa? “Yah, takut salah”. Wah. Ini. Ketakutan akan salah di depan ini yang repot. Belum dicoba kok udah takut salah. Padahal dia yang bikin presentasi di PowerPoint dan gue yakin dia menguasai materi. Untung, ketika kelompok gue harus maju, gue bisa kabur sebentar ke WC dan pas gue balik ke kelas, dia yang mempresentasikan presentasi dia. “Sial, aku keringat dingin. Grogi banget”. Gue cuma senyum. Tapi dia sudah mengalahkan ketakutannya, walaupun terpaksa. Apapun kondisinya, dia berhasil berpresentasi di hadapan 20 orang teman sekelas. Dan waktu gue tanya, “Gimana rasanya?” Dia bilang, “Wuh, grogi. Alhamdullilah bisa sih”. Oh, dia sempet marah sama gue karena gue tiba-tiba kabur, dia bilang, “Kamu sengaja, ninggalin aku sendiri!”. Tapi dia tau, gue melakukan itu buat dia. Dan untungnya, tindakan gue ini bisa dibenarkan.

Kadang untuk mengalahkan ketakutan akan berdiri di depan suatu mimbar butuh kekuatan yang sangat besar, keringat dingin, sakit perut karena nervous, tiba-tiba migrain, apapun lah, harus bisa diatasi karena dorongan rasa terpaksa.


Sama seperti gue dulu gak bisa berenang. Wah, takut banget buat renang deh. Padahal semua keluarga gue bisa berenang semua. Untung ada yang melihat bahwa gue bisa berenang. Guru olahraga gue tiba-tiba mendorong gue dari belakang di kolam yang paling dalam. Karena panik dan terpaksa, gue akhirnya berenang, supaya gak tenggelem. Dan benar saja, gue bisa mencapai ke ujung kolam dengan berenang!

Kadang kita tidak melihat potensi yang kita miliki. Kadang kita harus diyakinkan oleh orang lain bahwa kita mampu. Dan biasanya, orang lain itu adalah teman kita sendiri.

Sama seperti salah seorang teman gue, sewaktu membaca blog gue, dia bilang, “Kamu harusnya nulis novel, kata-katamu bagus, alurnya urut, dan enak dibaca”. Ah, kalau dulu gue percaya diri untuk menulis. Tapi sekarang? Inilah. Kalau kalian mau tau, gue udah menulis sebuah karangan, tapi sampai sekarang belum selesai. Mungkin, kalau memang sudah selesai dan gue sudah bisa mengumpulkan ‘kekuatan’ itu, bukan gak mungkin suatu ketika kalian bisa membaca karangan gue dengan cara membeli di toko buku. Semoga aja yah?


Kritik

Jangan pernah takut akan kritikan. Percaya deh, kritikan dari seseorang itu perlu demi meningkatkan rasa percaya diri. Wah, jangan salah, gue ini termasuk orang yang tidak tahan dengan kritikan. Banyak yang bilang bahwa gue tidak pantas jadi sekretaris dulu karena paradigma seorang sekretaris itu harus cantik, enak dipandang. Sedangkan gue tidak punya kriteria di atas. Tapi apa akibatnya? Gue menghilangkan paradigma itu. Buktinya, gue malah justru sering bekerja sebagai sekretaris.

Gimana kita bisa menilai sebuah kritik itu menjadi sesuatu yang positif itu yang sulit. Karena kritik itu sering kita anggap sebagai suatu ungkapan negatif. Coba lihat dalam diri kita sendiri, ketika kita dikritik untuk sebuah karya atau yah, sekedar kata-kata, kita cenderung membela diri dan balik menyerang dengan kata-kata. Kalau bisa kritik yang lebih pedas terhadap pengkritik kita. Dan bukannya memperbaiki diri. Hehehe... atau itu cuma gue ya? Atau ketika kita dikritik, kita jadi diem, bungkam, jadi tidak percaya diri?

Mengubah Persepsi

Orang boleh menilai, orang boleh berpersepsi, orang boleh mengkritik. Tapi seharusnya yang mengenal diri kita, ya, kita sendiri. Potensi yang kita miliki boleh saja dilihat oleh orang lain, tapi kita juga harus mengenal potensi yang kita miliki. Caranya? Coba deh, nulis plus minus diri kita sendiri dalam secarik kertas. Dan coba untuk jujur terhadap diri sendiri. Jangan dibuat-buat. Yang minus, kalau bisa dikurangi bahkan dihilangkan, yang plus ya ditingkatkan.

Dalam blog-blog gue, gue selalu mengungkapkan hal-hal negatif dan positif dalam hidup dan diri gue. Bagaimana kadang gue merasa tidak percaya diri, atau justru angkuh dan terkesan sombong, tersirat dalam penulisan-penulisan gue. Hanya kalian yang bisa membaca.

Kesimpulan

Aih, ini blog kok jadi kaya penulisan makalah ya, pakai kesimpulan? Hehehe.. Gak apa deh, gue cuma berharap penulisan gue di blog, bisa bermanfaat dan nyaman dibaca, dan tidak melulu bercerita soal cinta-cintaan. Ini juga buat latihan, siapa tau ternyata emang gue punya bakat menulis , dan bisa mempublikasikannya ke penerbit.

Kesimpulannya, rasa percaya diri itu penting. Hilangkan ketakutan sebelum mencoba. Kita tidak akan pernah tau apa yang ada di depan kita sebelum mencoba. Terkesan judi ya? Jangan dianggap seperti itulah, anggap sebagai hal positif. Kalau bisa percaya diri itu jangan diadakan karena terpaksa. Keinginan untuk terus maju harus menjadi hal utama di dalam diri. Boleh kok, untuk menengok ke masa lalu sekedar menjadi pembelajaran. Pengalaman masa lalu itu kan penting banget. Dimana kita bisa menilai kesalahan-kesalahan yang kita perbuat untuk bisa diperbaiki di masa depan.

Coba gali potensi yang ada di dalam diri kita. Siapa tau aja, kalian bisa maksimal dengan potensi positif yang ada. Ketika ada orang lain yang meyakinkan diri kita untuk melakukan sesuatu, lakukanlah. Dengan sebaik mungkin. Karena mungkin orang itu melihat sesuatu yang baik dalam diri kita.

“Do everything that you do with the best that you can do”

Ya, lakukan apapun yang kalian lakukan dengan sebaik-baiknya. Jangan selalu terbentur dengan rasa takut.

Semoga penulisan gue ini juga semakin membangkitkan rasa percaya diri gue dengan beneran menulis untuk dipublikasikan.

“Good Luck” :p

1 comment:

Dofen said...

Tulisan kamu sangat bagus untuk dibaca bro. Kalo bole aku mau lebih kenal sama kamu.
Kalo kamu mau singgah di blog kita ya.
Thanks bro.