Friday, July 13, 2007

There's something bout marriage.... :)

Wah, ternyata ada juga yang kasih komen.. itu juga karna terpaksa mungkin :) Anyways, terimakasih banyak buat yang ngasih komen...

Saya menulis tentang pendapat saya pribadi mengenai pernikahan dan tetekbengeknya itu, bukan saduran, bukan pendapat orang, dan jelas, bukan karena Agama. Betul bahwa agama menyarankan kita untuk menikah, karena di agama yang saya anut, nikah merupakan ibadah. Tapi saya berpendapat (sekali lagi, pendapat pribadi) kita ini hidup di dunia, mengemban kitab suci dan perkataaan baik dari Nabi kita.

Sekali lagi, saya tidak ada maksud untuk tidak menikah dan saya menghormati mereka yang (berani) menikah. Bagi saya, menikah itu tidak hanya formalitas belaka, hanya untuk surat ijin untuk berbuat sehingga memiliki anak.

Semakin ke sini, saya mencoba untuk menyelami berbagai karakter manusia, mengapa mereka berani menikah, sedangkan saya BELUM berani. Mungkin ada beberapa faktor, tapi terutama adalah ketakutan. Ya, saya akui saya takut dengan pernikahan, bukan berarti ANTI terhadap pernikahan.

Ketika kita jatuh cinta, tentu kita selalu ingin untuk selalu dekat dengan orang yang kita cintai, untuk selalu berbagi pengalaman, cerita, tawa dan duka. Dan itu yang saya rasakan juga. Saya selalu ingin dekat dengan orang yang saya cintai, berbagi tawa, canda, duka, kebahagiaan dan tentu saja, ranjang (!!!!). Harap jangan menganggap tulisan ini hanyalah sebagai metarmofosis dari faktor seks saja. Tetapi tentu, menikah bisa menghalalkan hal ini bukan? Kita sering dengar "biological ticks" atau, lebih dikenal dengan kata kata yang lebih mudah dimengerti : jam biologis. Ketika kita menikah, tentu ada hasrat ingin melakukan seks. Dan itu sangat manusiawi. Tapi bukan berarti, yang menikah saja yang ingin melakukan seks. (no comment untuk ini, tapi kita tidak bisa menutup mata soal free seks di Indonesia maupun di Dunia).

Ketika memasuki usia seperti sekarang, kadang kita seperti 'dikejar-kejar' oleh orang tua, saudara, bahkan teman untuk melangsungkan pernikahan. Sayapun demikian, walaupun, orang tua saya lebih cenderung demokratis soal ini. Orang tua saya hanya menginginkan anak mereka bahagia, dengan atau tanpa menikah. Tapi tentu, lebih baik menikah dan memiliki anak daripada tidak menikah dan memiliki anak :p.

Pembaca sekalian, sekali lagi, tulisan ini adalah ungkapan hati, tolong jangan disalahartikan atau jangan dibuat persepsi yang aneh-aneh. Tidak ada niat saya untuk menyarankan tidak menikah dan tidak punya anak, atau menggampangkan situasi pernikahan. Suatu saat kelak, saya juga ingin menikah dan memiliki anak. Tapi anak bukanlah suatu yang prioritas dalam hidup saya. Menikahpun tidak. Intinya adalah, Ya betul, saya ingin menikah dan ya betul, saya ingin memiliki anak, dari rahim saya, dari sperma suami saya kelak. Entah siapa.

"Cakrawala" saya mengenai pernikahan ini sesuatu yang kompleks. Mungkin karena keluarga saya sendiri tidak ada yang menikah di bawah umur 30 tahun. Jadi, ketika saya mengutarakan bahwa saya ingin memiliki anak pada usia ke 30, keluarga saya hanya tertawa : ngurus diri sendiri aja blum bisa, apa lagi punya anak. - gitu kata mereka. Dan saya dengan muka malu, harus mengakui itu. Bagaimana bisa saya mengurus orang lain, bila saya belum bisa mengontrol emosi saya, ataupun mengontrol diri saya sendiri?

Paradigma ini yang terus menghantui saya. Ya betul, ketika kita menikah, kita belajar untuk diurus orang lain, (suami dalam hal ini) tapi kita juga harus bisa mengurus dia.

Ketika ibunda saya meninggal, hanya membutuhkan waktu 2 tahun hingga ayah saya menikah lagi. Tidak, saya tidak menyalahkan beliau. Saya mendukung sepenuhnya keputusan Beliau. Tapi, lagi lagi ini membuktikan bahwa seseorang yang biasa diurus oleh istrinya, akan membutuhkan orang lain yang bisa mengurus (atau diurus?)nya. Tapi ternyata yang saya lihat dan yang saya pahami, justru ayah saya yang mengurus istri yang baru :) Ibu tiri saya adalah seorang janda yang suaminya teman ayah saya. Ibu tiri saya ini adalah seorang yang terbiasa bekerja di luar rumah, dan tidak bisa memasak, dan selalu on the go. Akhirnya, Ayah saya yang harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan ini. Alih-alih ibu tiri saya yang memasak, ayah saya masak untuk dirinya sendiri, mencuci baju sendiri, dan tentu masih bertanggung jawab atas saya, sebagai anak bungsunya. Ternyata yang dibutuhkan oleh ayah saya tidak hanya sekedar seseorang yang mengurus beliau. Tetapi lebih kepada faktor psikologis. Kebutuhan akan seseorang untuk berbagi cerita, suka dan duka, yang tentu saja, tidak dapat diperoleh dari anak-anaknya.

Kesimpulannya sudah jelas yah? Semoga sudah. Intinya saya jadi ingin cepat-cepat menikah, ketimbang hanya pacaran yang malah justru membuat mudarat nantinya. :) Setelah melihat dari berbagai komentar yang di'lemparkan' kepada saya, baik itu secara implisit maupun eksplisit, dari komentar di blog ini maupun di irc, saya melihat berbagai hal mengenai pernikahan. Ketakutan itu masih ada, tapi sekali lagi, saya bukan seseorang yang pengecut (untungnya keluarga saya mengajarkan hal ini). Ketika kita harus berbuat sesuatu, kita harus menerima akibat dan resiko serta konsekuensinya. Saya melihat banyak hal positif mengenai pernikahan ketimbang negatifnya. Sekali lagi, terimakasih kepada teman-teman yang telah 'mengingatkan' saya bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan menjalani sebuah pernikahan. Terimakasih banyak.

Semoga, dalam waktu dekat, saya bisa menikmati kehidupan pernikahan sesungguhnya, doakan saja. Tinggal menunggu saja siapa yang melamar saya.. hehehe.. :) *kedip* Dan untuk kemudian, saya akan bercerita mengenai suka dan duka kehidupan pernikahan saya, serta pusing-pusingnya menjelang pernikahan yang saya idamkan, (sederhana, namun bermakna) semoga saja.


Bilakah kau hadir,
menggenggam jemariku,
menggenggam seluruh hati dan sanubariku,
untuk kemudian kau peluk dan rengkuh,
dan menyatu dengan hati dan sanubarimu,
selamanya, hingga Sang Khalik memisahkan?

Aku ingin memiliki tawa dan canda itu,
untuk kemudian ku ceritakan pada dunia,
agar semua mengerti,
akan cinta dan kasih yang akan kita berikan,
kepada penerus mu dan aku....

(longing for the new life, and new beginning, in years to come... )

No comments: